I used to hate the rain. Ketika kalimat ini aku ketik di mesin pencari google, ternyata sudah ada beberapa orang yang menggunakan judul serupa untuk tulisan mereka. Semoga tidak ada yang mengira aku melakukan plagiarisme, karna ide ini muncul sebelum aku membaca tulisan-tulisan itu, hehe.
Ada satu momen yang masih kuingat sampai sekarang tentang betapa bencinya aku dengan hujan, kala itu. Keluargaku tidak kaya, tapi kami sangat sejahtera. Kami tinggal di rumah milik sendiri (yang cukup besar) walau tidak punya mobil pribadi. Jadi kemana-mana selalu mengandalkan motor atau ojek pangkalan. Nah, dari sinilah kekesalanku terhadap hujan bermula, kala itu.
Kalau tidak salah waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. Hari minggu, aku sudah bersemangat sejak pagi, mandi dan bersiap-siap karna mama mengajak ke pasar. Aku tidak ingat waktu itu mau beli apa, tapi yang jelas aku ingat betapa senangnya aku. Setelah semuanya beres dan tinggal berangkat, eh malah hujan. Cemberut, bahkan sampai menangis karna rencana terpaksa dibatalkan sebab hujan yang turun dengan tiba-tiba.
Setelah sedikit dewasa, kekesalanku terhadap hujan tidak hilang begitu saja. Aku masih mengutuk hujan yang membuatku terlambat pulang sekolah karna harus berteduh di warung kecil, belum lagi sepatuku jadi basah dan kotor, atau cucian yang sudah setengah kering jadi basah lagi, dan banyak hal lain yang jadi tidak menyenangkan karna turun hujan.
Tapi itu dulu, cerita yang akan selalu jadi pengingat bahwa aku pernah sebodoh itu membenci hujan. Padahal, hujan adalah salah satu rahmat yang diturunkan oleh Allah SWT. Bahkan ada shalat yang dikhususkan untuk meminta Allah agar menurunkan hujan, karna sungguh hujan adalah rahmat bagi manusia dan alam semesta. Tidak hanya itu, waktu hujan juga jadi salah satu waktu mustajab untuk berdoa.
Sejak beberapa tahun belakangan, aku tidak lagi membenci hujan. Bahkan aku telah bersahabat dengan hujan khususnya sejak aku tinggal di Inggris, negara dengan curah hujan berlimpah sepanjang tahun. Aku malah jadi sadar bahwa alasan-alasan receh dibalik kebencianku pada hujan hanyalah pelarian dari ketidakdewasaan dan ketidakmampuanku dalam menangani masalah kecil.
Tidak ada lagi alasan sepatu kebasahan karna salah sendiri kenapa tidak pake water repellent spray. Atau harus berbesar hati menunggu hujan reda karna kecerobohan lupa membawa payung. Bahkan hujan tidak lagi bisa dijadikan kambing hitam atas cucian yang tidak kunjung kering, karna mesin pengering di sana benar-benar bisa membuat cucian kering sempurna. Kalaupun tidak kering sempurna, itu karna kebodohanku yang keliru memilih pengaturan mesinnya.
Jadi itulah kisahku dan hujan. Bahkan hujan juga turun saat aku menulis cerita ini, cukup deras hingga airnya merembes di salah satu sudut dinding kamarku. Lagi-lagi ini bukan salah hujan, tapi salah papaku yang tidak kunjung memperbaiki atap rumah kami yang bocor. Hahaha.
Posted in Solok, January 2024